Kelompok Studi Komunikasi Pascasarjana Unpad

Bersama Kita Berkarya Memimpin Dunia

Archive for the ‘Kajian Media’ Category

Menyelamatkan Anak-anak dari “Racun Televisi”

Posted by kskunpad pada Desember 10, 2008

Artikel Opini untuk HU Kompas
Selamatkan Anak Kita dari Bahaya Televisi
Oleh: H. Kawiyan
Kawiyan6@yahoo.com

Tanggal 20 Juli 2008 lalu adalah “hari tanpa televisi”. Pada hari itu, anak-anak dan keluarga diimbau untuk tidak menonton televisi selama satu hari penuh. “Hari tanpa televisi” itu, setidaknya, dimaksudkan sebagai upaya awal bagi anak-anak dan keluarga untuk mengurangi frekuensi menonton televisi.
Para orangtua dan kalangan pendidik, sepantasnya memfokuskan perhatiannya pada kebiasaan anak-anak kita menonton televisi. Pasalnya, sebagian dari mereka sudah sangat tergantung pada “kotak ajaib” bernama televisi. Bahkan, [ebih dari itu, sebagian masyarakat kita telah menjadikan televisi sebagai “agama baru” dalam kehidupan mereka. Artinya, sebagian besar waktu mereka selalu bersama televisi. Padahal, terlalu banyak “racun” yang disuguhkan di layar televisi kepada anak-anak kita: dari adegan sadisme yang pebuh darah, kekerasan dalam rumah tangga, mistik, tampilan kemewahan yang manipulatif. Tentu saja ada sisi positif dari tayangan televisi.
Kita memang layak prihatin dengan program-program yang disajikan oleh televisi kita, khususnya televisi swasta. Lihat saja program-program yang diumumkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), 7 Juli 2008 lalu. KPI mengumumkan tiga nama acara televisi yang dianggap sebagai program “bermasalah” yaitu Suami-suami Takut Istri, Ngelenong Nyok (keduanya ditayangkan di Trans TV), dan One Piece (Global TV). Sebelumnya, KPI juga telah meminta Trans TV menghentikan penayangan acara Extravaganza.
Program Ngelenong Nyok dinilai banyak mengandung muatan vulgar atau mesum, adegan yang melecehkan orang lain, terutama kelompok waria dan kelompok dengan ukuran/bentuk fisik di luar normal, tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan. Menurut KPI, acara ini tidak pantas ditampilkan pada jam tayang pagi hari, saat banyak anak-anak dan remaja banyak menonton TV.
Sedangkan program Suami-suami Takut Istri, dipersoalkan karena banyak tema dewasa/seputar kehidupan suami-istri yang tidak pantas ditampilkan pada jam tayang petang, saat anak-anak masih banyak menonton TV. Terkait dengan tema dewasa yang diusungnya, tayangan ini juga banyak mengandung muatan yang menyiratkan seks. Karena program ini banyak menampilkan tokoh pemain anak-anak sehingga anak-anak dilibatkan dalam setting yang tidak pantas. Beberapa perilaku yang tidak pantas adalah menampilkan kata-kata kasar (verbal violence) yang melecehkan orang lain, menampilkan bentuk kekerasan dalam rumah tangga/KDRT, dalam hal ini istri yang melakukan kekerasan kepada suami dan tidak memperha-tikan norma kesopanan dan kesusilaan.
Sementara itu, program Extravaganza dikategorikan mengandung muatan yang vulgar, menyiratkan seks, melecehkan perempuan serta tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan. Menurut KPI, acara itu tidak pantas ditampilkan pada jam tayang petang, saat masih banyak anak-anak dan remaja menonton TV.
Dari Kekerasan sampai Seks
Sebenarnya sudah cukup lama kita prihatin dengan program-program yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta. Hampir setiap hari kita dan anak-anak kita disuguhi program acara yang menampilkan praktik kekerasan dan tindak kriminal. Tanpa menghiraukan akan dampak yang disebabkan kepada para pemirsa anak-anak, hampir semua stasiun TV menayangkan program acara kriminal (Buser di SCTV, Patroli di Indosiar, Sergap di RCTI, dan Sidik di TPI). Stasiun-stasiun televisi seolah berlomba untuk “adu seru” dalam program ini. Semakin berdarah atau semakin brutal berita yang ditayangkan, akan dianggap semakin bagus karena akan mendulang rating tinggi. Padahal, program yang menampilkan peristiwa-peristiwa kekerasan dan kriminal itu ditayangkan pada siang hari saat banyak anak-anak menonton televisi. Harus diakui bahwa pertimbangan utama menayangkan program kriminal di televisi adalah karena pertimbangan rating, yang pada akhirnya berkaitan dengan iklan. Dalam dua tahun terakhir ini rating program berita kriminal di televisi sudah mulai turun, namun sebelumnya sempat menempati rating atas.
Selain sarat dengan berita-berita kekerasan dan kriminal, program acara di televisi juga dipadati dengan gosip selebritis yang dikemas dalam bentuk infotainment. Sudah menjadi rahasia umum bahwa program acara infotainment TV kita didominasi oleh berita perceraian artis, perselingkuhan, kawin-cerai, pacaran dan putus, kekerasan dalam rumah tangga, dan glamour. Program-program acara infotainment ini ditayangkan pagi hari saat anak-anak kita sedang sarapan pagi dan mempersiapkan pergi ke sekolah (misalnya Was-Was di SCTV, Go Spot di RCTI, Insert di Trans TV, dan KISS di Indosiar). Sebagian lainnya on air pada sore hari, juga saat anak-anak kita sedang nonton televisi. Fakta ini membuktikan bahwa anak-anak kita tak pernah lepas dari kepungan program-program acara televisi yang tidak saja tidak cocok bagi mereka tetapi bersifat destruktif.
Bukan hanya lewat program acara berita kriminal dan infotainment, program sinetron pun membawa “virus” bagi anak-anak kita. Bagaimana tidak. Hampir semua stasiun televisi menayangkan sinetron dengan adegan pertengakaran suami-istri, atau perselingkuhan.
Mungkin tidak banyak orangtua yang “ambil pusing” dengan kebiasaan anak mereka menonton televisi. Bisa jadi di antara mereka bahkan ada yang merasa diringankan tugasnya membimbing dan mengasuh anak-anak karena sudah “diambil alih” oleh makhluk bernama televisi. Jadi, anak-anak mereka memang ‘dibesarkan” oleh televisi.
Sebelum terlanjur terlalu banyak anak-anak kita yang menjadi brutal sebagai akibat sering menonton berita kriminal di televisi, menjadi anak yang kurang ajar karena sering melihat anak orang kaya berani membangkang orangtuanya di sinetron, menjadi malas bekerja karena ingin hidup serba mudah dan mewah seperti di senteron yang sering ditontonnya, atau menjadi penakut karena sering menonton film mistik berbau takhayul, dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lainnya, kita harus mewaspadi dampak negatif televisi.
George Gerbner, pakar komunikasi dari Universitas Pennsylvania Amerika Serikat, pada tahun 1960-an melakukan penelitian mengenai dampak menonton televisi. Hasil penerlitian Gerbner yang kemudian dikenal dengan cultivation theory atau teori kultivasi ini menyebutkan, bahwa televisi menjadi media atau alat utama yang membuat penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budayanya sangat ditentukan oleh televisi. Artinya, melalui kontak dengan televisi seseorang belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya, serta adat kebiasaannya. Maka, orang-orang yang memiliki kebiasaan menonton televisi menganggap bahwa apa yang ditampilkan di layar kaca itu sebagai suatu realitas.
Jadi, jika ada anak bunuh diri dengan gantung diri, menurut teori kultivasi, karena ia sering menonton berita yang sama di televisi dan menganggap berita tersebut sebagai sebuah kebenaran. Jika ada anak yang menuntut kepada orangtuanya untuk dipenuhi semua tuntutannya, masih menurut teori kultivasi, karena anak tersebut sering nonton televisi yang menayangkan sinetron menampilkan hidup serba ada. Sangat bisa jadi, banyaknya praktik krimina/kejahatan, penyimpangan sesksual, dan kekerasan anak terhadap orangtua tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kebiasaan mereka menonton televisi.

Tanggung Jawab Soaial
Langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengumumkan program-program TV bermasalah tentu saja harus disambut baik, tidak hanya oleh masyarakat tetapi (mestinya) juga oleh para pengelola stasiun televisi. Sebagai lembaga negara independen, yang dalam menjalankan fungsinya dipayungi Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran, KPI memang harus melakukan kontrol terhadap produk-produk lembaga penyiaran televisi, khususnya televisi swasta. Persoalannya, apakah langkah KPI ini didukung oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika, sebagai regulator bidang penyiaran. Apakah Dep. Kominfo juga punya perspektif yang sama dengan KPI? Tanpa dukungan dari Dep. Kominfo, kontrol yang dilakukan KPI terhadap materi siaran televisi swasta tidak berarti apa-apa. Apalagi, kalangan pengelola televisi swasta cenderung kurang peka terhadap lingkungan, dan hanya berorientasi pada rating dan berebut kue iklan. Buktinya, beberapa program acara TV yang dimumkan oleh KPI sebagai program bermasalah dan dianggap berpengaruh negatif terhadap pemirsa anak, masih tetap tayang. Bahkan di antara pengelola stasiun TV merasa bangga jika salah satu programnya masuk dalam kategori “bermasalah” karena hal itu akan mengundang rasa penasaran publik/penonton dan menaikkan rating.
Kalangan pengelola televisi swasta sering berdalih bahwa yang berhak mentukan berkualitas atau tidak suatu program televisi adalah publik, bukan lembaga semacam KPI. Mereka berpedoman, kalau sebuah acara menghasilkan rating tinggi atau banyak ditonton orang, berarti acara tersebut bagus. Kalau semata-mata diserahkan kepada publik atau penonton–yang ukurannya adalah banyaknya jumlah penonton–tayangan yang berbahaya yang menampilkan sadisme dan kekerasan atau bernuansa pornoaksi itu selau menghasilkan rating tinggi. Itukah ukurannya? Kalau pengelola televisi swasta tak menghiraukan rekomendasi KPI, bukankah KPI yang merupakan lembaga negara independen telah menyerap aspirasi publik sebelum mengeluarkan rekomendasi?
Tidak adakah itikad baik para pengelola stasiun televisi untuk bersama elemen lain untuk melindungi anak-anak kita dari bahaya televisi? Jawabnya pasti “ada”. Persoalannya, kapan itikad itu direalisasikan? Sambil menunggu jawaban itu, lebih baik kita kurangi porsi anak-anak kita menonton televisi. Jika televisi swasta tetap juga tidak peduli terhadap anak-anak kita, lebih baik kita jauhkan anak-anak kita dari televisi, bukan hanya sehari pada 20 Juli yang merupakan hari tanpa TV bagi anak-anak[]

No Nama program acara Stasiun TV Kontens
1 Ekstravaganza Trans TV Terlalu vulgar, menyiratkan seks, melecehkan perempuan.
2 Ngelenong Yok Trans TV Banyak mengandung muatan vulgar/mesum, melecehkan orang lain, terutama kelompok waria dan kelompok dengan ukuran/bentuk fisik di luar normal, tidak memperhatikan norma kesopanan.
3 Suami-Suami Takut Istri Trans TV Menampilkan kehidupan suami-istri (dewasa), tayang pada jam anak menonton TV.
4 One Piece Global TV menampilkan kekerasan secara ekspresif, dan seringkali disertai darah yang terlihat jelas akibat kekerasan tersebut, karakter perempuan yang ditampilkan banyak yang berpenampilan sensual, dan menampilkan adegan-adegan yang meng-close-up bagian-bagian tubuh tertentu dari perempuan.
5 Dangdutmania Dadakan 2 TPI Mengeksploitasi kesedihan peserta dengan pancingan pertanyaan dari host dan juri, yang tak jarang menyudutkan peserta, memaksa peserta mengungkap kehidupan pribadi yang semestinya tidak pantas disiarkan di ruang publik.
6 Superseleb Show Indosiar Banyak mengandung lelucon kasar dalam dialog antara pembawa acara dan komentator.
7 Si Entong TPI Banyak adegan tidak rasional, tidak mendidik.
8 Iklan operator seluler XL Semua TV swasta Mengabaikan nilai agama karena menjanjikan dapat mengubah nasib orang.
No Nama program acara Stasiun TV Kontens
1 Ekstravaganza Trans TV Terlalu vulgar, menyiratkan seks, melecehkan perempuan.
2 Ngelenong Yok Trans TV Banyak mengandung muatan vulgar/mesum, melecehkan orang lain, terutama kelompok waria dan kelompok dengan ukuran/bentuk fisik di luar normal, tidak memperhatikan norma kesopanan.
3 Suami-Suami Takut Istri Trans TV Menampilkan kehidupan suami-istri (dewasa), tayang pada jam anak menonton TV.
4 One Piece Global TV menampilkan kekerasan secara ekspresif, dan seringkali disertai darah yang terlihat jelas akibat kekerasan tersebut, karakter perempuan yang ditampilkan banyak yang berpenampilan sensual, dan menampilkan adegan-adegan yang meng-close-up bagian-bagian tubuh tertentu dari perempuan.
5 Dangdutmania Dadakan 2 TPI Mengeksploitasi kesedihan peserta dengan pancingan pertanyaan dari host dan juri, yang tak jarang menyudutkan peserta, memaksa peserta mengungkap kehidupan pribadi yang semestinya tidak pantas disiarkan di ruang publik.
6 Superseleb Show Indosiar Banyak mengandung lelucon kasar dalam dialog antara pembawa acara dan komentator.
7 Si Entong TPI Banyak adegan tidak rasional, tidak mendidik.
8 Iklan operator seluler XL Semua TV swasta Mengabaikan nilai agama karena menjanjikan dapat mengubah nasib seseorang.

Bidota H. Kawiyan:
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, bekerja pada sebuah stasiun TV swasta lokal di Provinsi Banten; pernah bekerja sebagai Jurnalis Liputan 6 SCTV (1996-2007); Sarjana Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1990).
Contack person: 021-78846362, 021-99090820, 08568222586, kawiyan6@yahoo.com

Posted in Communication World, Kajian, Kajian Media, Komunikasi Massa, Rupa-rupa Komunikasi | 3 Comments »